Pages

Di tengah kesendirian




Ada sejumlah skenario yang sedang menari-nari di benak saya saat ini. Sebagai seorang lajang, mungkin Anda familiar dengan skenario-skenario ini. Skenario pertama: Anda sedang berjalan-jalan di sebuah mall dan sejauh mata memandang yang Anda lihat adalah pasangan demi pasangan kekasih saling bergandengan tangan.

Skenario kedua: Anda sedang berbelanja di sebuah supermarket. Berkali-kali Anda berpapasan dengan ibu dengan anaknya, ibu hamil, pasangan suami istri, pasangan kekasih.

Skenario ketiga: ini mirip dengan skenario pertama. Hanya saja setting atau lokasinya agak berbeda. Lokasinya adalah di bioskop dan kembali Anda bertemu dengan pasangan demi pasangan kekasih yang sibuk dengan memilih tempat duduk atau hanya duduk menunggu waktu pemutaran film yang akan ditonton.

Masih banyak skenario lain yang dapat saya suguhkan, tetapi setidaknya tiga skenario tadi cukuplah untuk menggambarkan kondisi yang ada. Saya baru ingat satu skenario lagi yang cukup menarik.

Skenario keempat: setting adalah di pertemuan keluarga besar. Biasanya para tantelah yang sibuk bertanya:

“Kapan menikah? Sudah punya pacar belum?”

Ah lengkaplah sudah kiranya penggambaran skenario yang saya berikan. Sebagai seorang lajang, dalam kesendirian, apakah sendiri itu sebagai suatu penyakit sosial yang mengerikan? Sampai-sampai pertanyaan yang ditanyakan biasanya seputar itu-itu saja.

Tidak heran kalau tekanan bagi orang lajang untuk menikah menjadi begitu tinggi. Apalagi bila yang menanyakan adalah orang tua dan kakak-kakak, kelihatannya menjadi seorang lajang itu suatu penyakit yang harus segera disembuhkan.

Jika hal-hal yang saya sudah sebutkan tidak cukup untuk menambah tekanan bagi para lajang untuk segera menikah atau setidaknya mencari pasangan, saya akan beri satu lagi. Bagaimana saat bertemu dengan teman-teman lama, lalu melihat bahwa mereka semua sudah menikah, memiliki anak-anak, atau setidaknya sudah memiliki pasangan?

Kelihatannya sudah cukup lengkap sekarang. Tekanan untuk berpasangan, seolah-olah menjadi lajang itu suatu kutukan. Padahal menjadi seorang lajang, menjadi seorang yang berpasangan, ataupun menjadi seorang yang menikah; semua memiliki pergumulannya masing-masing.

Segala sesuatu memiliki kesenangan dan kesulitannya tersendiri. Walaupun saya belum menikah, dari kehidupan orangtua dan kakak-kakak saya, juga dari teman-teman saya yang sudah menikah, saya bisa melihat kebahagiaan dan juga kesulitan mereka.

Pernah mendapat pengalaman sebagai seorang yang berpasangan, saya juga mengerti benar kebahagiaan dan kesulitan suatu hubungan. Sangat berpengalaman sebagai seorang lajang, saya juga mengerti benar kebahagiaan dan kesulitan menjadi seorang lajang.

Kesendirian yang disoroti sebenarnya tantangan terbesarnya adalah kesepian, bukan di kesendiriannya. Saya merenungkan hal ini dan saya mendapatkan suatu kesimpulan dari perenungan saya adalah seperti ini:

“Saat kesepian itu terjadi saat seseorang fokus pada dirinya sendiri.”

Kesimpulan itu saya ambil dari berbagai kesempatan yang pernah saya alami. Saya juga memperhatikan dari orang-orang sekitar saya yang juga lajang hal yang sama itu terjadi.

Jadi sebenarnya bukan dalam kesendirianlah musuh utama seorang lajang. Musuh sesungguhnya adalah rasa sepi, kesepian, merasa sendiri. Apakah salah merasa sepi, kesepian, merasa sendiri?

Saya pikir semua rasa dan emosi itu tidak salah. Menjadi salah jika kita memandangnya secara salah dan menindaklanjutinya secara salah. Rasa sepi, kesepian, dan merasa sendiri mungkin tidak menyenangkan. Hanya saja coba pikirkan dalam kondisi demikian sesungguhnya merupakan suatu kondisi yang tepat untuk merencanakan, merenungkan, atau melakukan sesuatu.

Dalam surat kepada jemaat di Filipi, Rasul Paulus menuliskan sebagai berikut: janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus”.

Berdoa adalah suatu tindakan yang mudah dilakukan saat kondisi sepi dan sendiri bukan? Bagi para lajang tersedia banyak waktu untuk berdoa. Bila Anda sudah memiliki pasangan, jelas Anda tetap harus berdoa.

Hanya saja, karena waktu kesendirian Anda berkurang, saya memprediksikan waktu berdoa Anda juga relatif berkurang; kecuali jika Anda mengajak pasangan Anda berdoa bersama dan banyak menghadiri kegiatan berdoa bersama di komunitas Anda.

Mungkin saat ini Anda merindukan pasangan hidup, berdoalah. Allah mendengar setiap doa Anda, termasuk mengenai pasangan hidup. Jangan menganggap bahwa itu adalah urusan yang terlalu kecil untuk dibagi dengan Tuhan.

Sangat wajar untuk merindukan pasangan hidup. Itu sangat normal. Tidak ada yang salah dengan itu. Hanya saja jika Anda mulai kuatir mengenai hal tersebut, itulah saat dimulainya Anda akan melakukan hal-hal yang mungkin tidak “cantik” untuk dilakukan demi mendapatkan pasangan hidup. Hal ini akan dibahas pada artikel esok.

Pada tengah malam kemarin saya baru saja mendengar mengenai kekuatiran di radio. Saya yakin Tuhan tidak pernah serba kebetulan. Ia terlalu besar untuk diatur oleh peluang, probabilitas, kemungkinan, dan kebetulan.

Dikatakan bahwa kekuatiran itu dalam suatu penelitian diungkap bahwa hal yang kita pikirkan berkaitan dengan kekuatiran adalah 40% mengenai hal yang belum terjadi, 30% mengenai hal yang sudah berlalu. 12% mengenai kehidupan sehari-hari, saya lupa 10% mengenai hal tertentu, tapi yang saya ingat hanya 8% yang sesungguhnya pantas kita pikirkan.

Itu sebabnya Rasul Paulus menasehati kita para lajang dengan kata-kata jangan kuatir dan berdoalah. Mintalah kepada Tuhan dan bersyukurlah untuk kondisi lajang yang Tuhan beri. Bersyukur juga untuk pasangan yang akan Tuhan beri. Ingat dalam “Dimension of Prayer” bahwa kita perlu berdoa dengan penuh keyakinan bahwa kita sudah menerima hal yang kita doakan.

Sebenarnya saat kita kuatir, itu terjadi karena kita fokus pada diri sendiri. Kita memandang kondisi diri kita sendiri dan mengasihani diri sendiri. Ingat rumusan kesimpulan yang sudah dibahas tadi: semakin kita fokus dengan diri sendiri, semakin kita kesepian. Hal ini juga berlaku untuk kekuatiran, kecemasan, ketakutan, kesedihan, kemarahan, kekecewaan, dan lain-lain.

Ada satu ayat yang sedang saya sangat sukai akhir-akhir ini. Semua ayat di Alkitab itu merupakan Firman Allah, jadi sebenarnya semuanya seharusnya kita sukai. Tapi karena banyaknya ayat di Alkitab, biasanya ada sejumlah ayat yang benar-benar kita merasakan sendiri peranannya karena terjadi sedemikian rupa dalam hidup kita. Itulah yang biasa disebut ayat emas.

Ayat emas itu adalah ayat yang merema (terjadi sedemikian rupa: menasehati, mendorong, mengajar, mengingatkan, menegur, dan lain-lain) dalam hidup kita. Ayat itu ada dalam Roma. Saya akan berikan di bawah ini:

Roma 8:32: Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?

Pada saat saya mendengar dan membaca ayat ini, saya selalu menangis terharu karena dalam ayat ini benar-benar terasa begitu besar kasih Allah bagi kita. Bapa begitu mengasihi kita sampai-sampai Ia memberikan Anak-Nya sendiri bagi kita, sengsara bagi kita, mati bagi kita.

Jika Anak-Nya sendiri Ia beri bagi kita, sebagai kurban sekali untuk selamanya bagi dunia ini, bagi Anda dan saya, bagaiamana mungkin Ia tidak memberikan hal-hal lain yang memang baik dalam pemandangan-Nya bagi kita?

Jika pasangan hidup adalah sesuatu yang baik dalam pemandangan-Nya bagi kita, jelas Tuhan akan berikan bagi kita. Jika memang belum saatnya kita mendapatkan pasangan hidup, berarti itu juga yang terbaik bagi kita. Karena Tuhan tahu yang terbaik bagi kita, Ia tidak akan menahan-nahan suatu yang baik bagi kita.

Jadi, para lajang nikmati saja kesendirian Anda. Jangan-jangan saat Anda sudah begitu menikmati kesendirian Anda, tanpa sadar tiba-tiba pasangan hidup Anda hadir dalam hidup Anda. Setidaknya biasanya begitulah yang biasanya terjadi.

Selamat menikmati kesendirian.

Yosi Budiarto

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

No comments:

Post a Comment