
Masih hangat dalam ingatan peristiwa meletusnya Gunung Merapi yang memakan korban keseluruhan sebanyak 116 korban. Yup, Peristiwa letusan merapi yang bermula pada 26 Oktober 2010 lalu ini diyakini sebagai letusan yang paling dahsyat sejak tahun 1970. Sejak meletusnya, gunung merapi kerap mengeluarkan awan panas dan debu pekat yang kemudian menghancurkan desa – desa di sekitarnya. Tentu saja korban pun berjatuhan, banyak ternak yang mati dan rumah – rumah kandas dilahap api.
Namun hal yang tragis tidak terjadi pada keluarga Bakoh Sambodo Putro, seorang anak Tuhan yang bersama keluarganya tinggal di desa Kaliurang yang berjarak kurang lebih 5 – 6 km dari puncak merapi. “ Sebelum letusan pertama, ada peringatan untuk turun (meninggallkan kediaman), dan tiba – tiba pas maghrib terdengar pengumuman bahwa Merapi meletus.” Jelasnya ketika dihubungi via telepon.
Walaupun dalam keadaan panik dan terus berdoa, bersama keluarganya, pria yang biasa disapa ‘putro’ itu berhasil meninggalkan lokasi berbahaya dan diungsikan ke desa lain. Beberapa hari setelah letusan pertama, mereka memutuskan untuk kembali ke kediaman mereka di Kaliurang dengan pikiran bahwa semuanya akan baik - baik saja, toh merapi memang biasa meletus setiap empat sampai enam tahun sekali.
Namun yang terjadi malah sebaliknya, awan panas kembali turun, suara gemuruh yang mengerikan tak kunjung berhenti dan status gunung pun kembali menjadi ‘awas’. Tentu saja keluarga ini harus kembali mengungsi. Rasa tidak enak hati karena mengungsi di rumah orang lain dan resah karena pekerjaan yang menjadi terhambat pun dialaminya.
Bukannya semakin membaik, kondisi merapi kian memburuk, bahkan meletus kembali untuk yang ketiga kalinya. Terdengar kabar bahwa desa – desa sekitar merapi sudah kandas dilahap awan panas. Khususnya desa Cangkringan yang berjarak 15 km dari puncak merapi habis terbakar tak bersisa. “Saat itu saya cemas, desa Cangkringan saja yang berjarak 15 km bisa habis ludes, gimana rumah saya yang jaraknya hanya 5 – 6 km.” katanya seraya mengingat kejadian itu.
Namun di saat itulah Tuhan menyatakan keajaibanNya. Ketika kembali ke rumah, Putro dan keluarganya menyaksikan bahwa rumahnya dan seisi desa Kaliurang tidak sedikitpun terbakar. “Tuhan masih melindungi kami. Tuhan tidak pernah meninggalkan dan membiarkan anak –anakNya. Kami percaya hal ini bisa terjadi karena ada anak – anak Tuhan di desa ini.” kata Putro dengan yakin.
Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan kita. Oleh karena itu, tetaplah bersandar, berharap, dan berdoa hanya kepada Tuhan Yesus saja. GTG
No comments:
Post a Comment