Pages

You Are Not Alone



Pagi itu Lia duduk di ruang tunggu pintu P-8. Ia menunggu keberangkatan pesawatnya yang tinggal setengah jam lagi. Lia sibuk melihat orang yang hilir mudik di depannya, bandara sudah lumayan padat meski jam baru menunjukkan pukul 5:30 pagi. Tak lama kemudian handphonenya berbunyi, ia kemudian membaca inbox tersebut, “Lia, hati2 di sana yaa. Inget, walaupun kita jauh2an, aku selalu ada kalo kamu mau cerita2 sama aku. J Keep in touch. GBU. –Rina.”
Lia tersenyum membaca sms dari Rina itu. Rina adalah sahabat Lia sejak kecil. Pikiran Lia kemudian melayang, sebenarnya ia sendiri bingung akan perasaannya. Ia senang karena akan berjumpa dan berkenalan dengan orang-orang baru, namun di sisi lain ia juga sedih karena harus meninggalkan sahabat-sahabatnya di sini. Di satu pihak, ia begitu excited karena akan segera berjumpa dengan begitu banyak pengalaman baru, namun di pihak lain ia juga merasa takut untuk memulai segala sesuatunya dari nol di mana tidak ada satu orang pun yang ia kenal di sana. Tak lama kemudian panggilan untuk masuk ke dalam pesawat pun membuyarkan lamunan Lia. Ya..siap tak siap memang Lia tetap harus berangkat karena keputusannya sudah dibuat.

Dua bulan kemudian…

Hari itu Lia tampak jengkel. Pasalnya tadi pagi temannya berkata bahwa Lia begitu boros dan menghabiskan uangnya untuk hal-hal yang tidak penting, lebih baik uang Lia digunakan untuk ditabung. Lia begitu tersinggung dengan perkataan temannya itu, “Huhh..dia pikir dia siapa! Baru juga kenal 2 bulan udah sok-sok menasehati. Rani yang sahabatku dari kecil aja nggak pernah ngomong gitu tuh. Arghhh..nggak ada orang yang ngertiin aku di sini! Seandainya aja dulu aku nggak memilih untuk sekolah di sini!”

Teman-teman, sama seperti Lia, tentu setiap kita juga pernah merasakan yang namanya masuk ke dalam komunitas baru bukan? Entah itu ketika kita pindah ke sekolah baru, tempat kerja baru, tempat tinggal baru, dsb. Hmm..coba bayangkan kembali bagaimana perasaanmu saat itu? Senang, sedih, atau malah penuh tanda tanya?

Saat orang baru masuk ke dalam komunitas kita, mungkin kita tidak merasakan sesuatu perubahan yang berarti namun ada kalanya kita yang harus masuk ke dalam komunitas yang benar-benar baru untuk kita. Wahh.. hal ini tentu akan berbeda, lebih-lebih jika tidak ada yang kita kenal sama sekali dan itu artinya kita benar-benar harus memulai dari awal. Berbagai pertanyaan dan perasaan mulai berkecamuk dalam pikiran kita, mulai dari rasa penasaran, senang, takut semua bercampur menjadi satu. Beberapa mungkin bisa beradaptasi dengan lancar, tapi ngga jarang juga banyak yang “terkaget-kaget” dengan situasi dan kebiasaan baru yang ada.

Bertemu orang baru = bertemu karakter baru, kebudayaan baru, kebiasaan baru, gaya hidup baru, cara pandang baru, dll.

“Nggak ada orang yang ngertiin aku di sini.”

Terkadang kita seperti Lia dalam cerita di atas, ketika kita bergumul dalam suatu permasalahan kita berpikir demikian, lebih-lebih ketika kita berada di tempat baru dengan orang-orang baru. Biasanya pernyataan seperti ini akan berujung pada suatu kesimpulan yang berandai-andai, “Seandainya sahabatku ada di sini…”, “Seandainya aku tidak ke sini..”, “Seandainya…seandainya…”,.

Tanpa kita sadari justru perasaan seperti itu yang menjadi sumber permasalahannya, kita merasa insecure dan takut dihakimi. Kita merasa sendiri dan tidak ada yang mau mengerti dengan perasaan kita, sehingga secara tidak sadar kita menutup diri dengan orang-orang baru padahal mereka juga butuh waktu untuk lebih mengenal kita. Terkadang kita terlalu sibuk membanding-bandingkan teman kita sehingga kita tidak bisa memandang dengan lebih positif.

Memang benar bahwa jauh dari komunitas awal kita dan masuk dalam komunitas baru adalah bukan hal yang mudah. Namun, hal itu juga tentu tidak dapat kita hindari terus-menerus. Yuk kita sama-sama belajar untuk terbuka dengan hal-hal baru dan memandangnya dengan lebih positif.

Sama seperti Lia, kalau saja ia mau lebih positif, tentu ia bisa melihat bahwa dibalik sifat temannya yang blak-blakan, sebenarnya dia peduli dan tulus. So, yakinlah ketika kita mulai melihat dengan positif, segala sesuatu tidak seburuk yang kita bayangkan. Tentu bukan hal yang adil bagi kita untuk membanding-bandingkan teman-teman kita karena setiap orang memiliki karakter yang berbeda. Selain itu, ada kalanya juga kita yang harus menerima orang lain apa adanya karena keragaman budaya dan kebiasaan tiap daerah yang berbeda-beda. Salah satu contohnya, di Indonesia, ketika kita dijamu makan oleh seorang kerabat kita dan kita tidak menghabiskan makanan yang telah disajikan maka kita dianggap tidak sopan. Namun tahukah teman-teman bahwa di Thailand dan Filipina, menghabiskan makanan yang disediakan maka dianggap penghinaan bagi orang yang menjamu. Dalam hal ini, kita dianggap berkata, “Sedikit amat makanannya. Ngotor-ngotorin gigi aja.”. Kedua budaya ini sangat bertolak belakang dan tentu apabila dalam keadaan ini kita terburu-buru mengambil kesimpulan sepihak tentu akan menimbulkan prasangka yang tidak baik bukan? Jadi, ada baiknya daripada kita berprasangka, lebih baik kita cari tahu terlebih dahulu apa yang menjadi keadaan sebenarnya.

Kesimpulannya, sebenarnya kita tidak pernah sendiri, yang ada hanyalah pikiran yang mengurung kita sehingga kita merasa sendiri. Yang perlu kita lakukan hanya membuka hati kita untuk menerima orang-orang baru di sekitar kita satu paket beserta kebiasaannya, kebudayaannya, dsb. Tentu hal ini juga perlu disertai dengan doa agar kita tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak berkenan kepadaNya.

Bapa kita yang menciptakan Adam dan melihat bahwa tidak baik jika manusia itu hidup seorang diri, tentu juga tidak akan pernah membiarkan kita sendiri. J (ENG)

Yosi Budiarto

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

No comments:

Post a Comment